0

Theme 15: If you could run away, where would you go?

Posted by @misraaichaa on 14.12

Hmmm..

Still, it’s kinda difficult for me to write in English. But I will try to, even thuogh I realize that it will look messy :D

If someone asks me “If you could run away, where would you go?”, may be I haven’t had a fixed answer about a place. But a situation. I’d go to a quiet place, where no one’s there. A place where I can enjoy the nature. That place could be sea, lake, village, or something like that. What else?

Sometimes, I also like to visit the landmark of a place. But it’s not for run away purpose.


(30 days writing challenge)


0

Tema 9: Happiness

Posted by @misraaichaa on 12.47

Since today isn't day 9, so I named this post "tema 9" not "day 9".

I’m typing this from a small room, behind the main building at my office. A room that always used for  examination(s)  for those who want to renew their license or rating for airport personnel. While typing this, I’m listening to music, alone, a song from Iwan Fals but cover – accoustic – version of Felix Irawan. I find calmness and happiness too, may be. Don’t know why.. Hehehehe..

Is it enough to describe happiness?

(30 days writing challenge)


0

Day 6: Single and Happy

Posted by @misraaichaa on 14.55

Emang bisa? Bisalahhhh Bambankkk.

Jika timeline ditarik jauh ke belakang sebelum saya menikah, ada banyak waktu di mana saya habiskan dengan status single. Iya, jomblo. Namun, bukan berarti tidak bisa menikmati hidup kan? Jadi menjalani ke-jomblo-an saya rasa bukan hal yang berat. Untuk batasan kali ini, saya persempit di kehidupan saya aja, selama di Makassar. Yaitu sejak saya tamat SMA di kampung halaman dan hingga akhirnya memutuskan kuliah di Makassar.

 

Menikmati Alam (di Danau Unhas).

Di Makassar, saya punya tempat favorit, yang sering saya kunjungi sendiri. Sebuah danau di kampus Universitas Hasanuddin Makassar (Unhas). Suasananya tenang. Waktu dulu, awal-awal saya sering ke sana, masih lumayan sepi. Mungkin pada mikir, ngapain nongkrong di tepi danau? Tempat kesukaan saya itu, tepatnya di tepi danau yang berada di samping masjid kampus. Di situ ada pohon besar bahkan akar-akarnya sampai mencuat ke atas permukaan tanah. Ini lokasinya, sayangnya sudah tersentuh editan. Nah, di situlah saya duduk. Ngapain? Mmmmm… Ngapain ya? Ngapain aja, kecuali belajar. Kalau belajar, saya ke kampus. (ya iyalah). Saya sangat betah duduk berlama-lama di tempat ini. Terus, beberapa lama kemudian saya pindah dan cari tempat lain, di seberang tempat semula. Kenapa? Karena, lama kelamaan tempat saya yang pertama tadi, jadi tempat kumpulnya orang-orang pacaran. Hmmm… merusak suasana. (tapi, lama kelamaan saya datang di tempat itu lagi, sudah terpasang papan larangan pacaran di sekitar masjid. Huahaha..).

Belakangan, karena tempat favorit kedua saya juga sudah mulai ramai, banyak mahasiswa atau pengunjung lainnya yang berkegiatan, jadi saya pindah lagi. Di tempat ketiga ini, memang yang paling sering dikunjungi orang. Dermaga. Di tepi danau ini ada dermaga kecil, yang sering juga dijadikan tempat orang-orang yang datang. Saya ke tempat itu hanya kalau sedang tidak ada orang saja, menunggu tempatnya sepi. Nah, di sini saya punya kegiatan baru, memberi makan ikan-ikan di danau. Saya biasanya bawa roti yang khusus buat saya potong-potong dan nantinya saya lemparkan ke danau untuk di makan ikan-ikan itu. Senang rasanya liat ikan-ikan itu. Hmmm.. kapan-kapan mau ke sana lagi deh.

Di kampus Unhas ini juga, sejak dulu saya sering olaharaga baik walking ataupun running, keliling area kampus.

Membaca dan Nonton

Beberapa waktu yang lalu, Ketika PSBB dan program WFH sedang ketat-ketatnya, mungkin salah satu orang yang tidak terlalu mempermasalahkan untuk tidak keluar rumah, yaitu: saya. Di rumah, saya bisa ngapain aja. Jika sedang jam kerja, ya bekerja. Di luar itu, istrahat, baca buku, nonton, memasak, dll. Apa lagi?

Nah, begitu juga pada saat single, saya banyak menghabiskan waktu di rumah dengan nonton (dvd bajakan) dan membaca. Bacaannya tema cinta-cintaan. Nah, loh.

Keliling Kota.

Literally, keliling. Iya, keliling. Jadi, selama tinggal di Makassar, saya pake motor (hadiah dari orang tua). Nah, ketika sedang mau jalan-jalan, saya hanya naik motor keliling kota Makassar

Kapan nongkrongnya bareng teman-teman? (saya ingat-ingat dulu ya, emang pernah?) seingat saya, selama saya kuliah D3, saya jarang – hampir tidak pernah nongkrong. Jika kerja tugas kelompok bareng-bareng boleh masuk kategori nongkrong, mungkin itulah nongkrong versi saya. Paling mentok nongkrongnya depan kost-an bareng teman kost. Atau ngobrol-ngobrol di kost. Saya baru punya teman di luar kampus itu di masa transisi antara lanjut S1 dan lulus bekerja. Saya punya teman dekat 2 orang dan hanya bersama mereka, saya sering jalan jika ada waktu luang (hingga saat ini).

__

Sepertinya, dari yang saya tuliskan di atas, hidup saya terlalu serius ya? Bagi beberapa orang, apalagi kids jaman now seperti angkatan adek bungsu saya, mungkin terlihat membosankan. Tapi entah kenapa saya santai aja dan menikmatinya. Single memang tidak selamanya berarti “sendirian”, tapi bagi saya, sendiri-pun bukan masalah besar. (Beda cerita yaaa.. kalau kondisinya sudah punya pasangan atau bahkan menikah).

Namun, sekali lagi saya bilang bahwa bahagia itu tergantung dari sudut pandang kita sendiri. Kalau kata kutipan film Radit dan Jani: “Bahagia itu, kita yang ciptakan”.



(30 Days Writing Challenge)


0

Day 5: MY PARENTS

Posted by @misraaichaa on 12.40

Tentang cinta dan kehilangan

Sepertinya hampir di seluruh akun / media sosial yang saya punya sering saya ceritakan atau gambarkan tentang kebersamaan bersama keluarga. Termasuk bersama orang tua. Termasuk di blog ini pun ada beberapa part yang menceritakan tentang itu.

Baiklah, saya akan sedikit menceritakan bagaimana pertemuan Mama dan Bapak saya sampai akhirnya mereka berdua menikah. Diceritakan kembali seperti yang dikisahkan Mama dan Bapak kepada kami anak-anaknya.

Waktu itu, Bapak masih bertugas di Jeneponto. Entah mau perjalanan ke mana  - sampai saat ini saya sering lupa menanyakannya, yang saya tau tujuan akhirnya ke Bantaeng, Bapak lalu menumpang bus yang lewat di depan kantornya. Nah, di bus itu sudah ada Mama saya bersama ponakannya, dari Ujung Pandang dengan tujuan ke Bulukumba. Menurut cerita Bapak, di situ beliau sudah tertarik sama Mama. Namun belum sempat ngobrol banyak, hanya sempat menanyakan mau ke mana, dan dijawab tidak begitu detail oleh Mama. Hingga  akhirnya Bapak harus turun duluan karrna sudah tiba di tempat tujuan.

Saat itu Bapak menyadari sudah jatuh cinta sama gadis yang berambut panjang yang beliau temui di bus. Kata Bapak beliau memang suka liat wanita kalau rambutnya panjang, anggun. Beliau memutuskan ke Bulukumba beberapa waktu kemudian. Tanpa berbekal informasi apapun, beliau terus mencari tau keberadaan Mama. Sempat juga beliau ke pangkalan bus yang ia tumpangi saat itu, menanyakan alamat Mama atau turun di mana ia saat itu. Dan ternyata turunnya di persimpangan menuju rumah nenek saya yang jaraknya masih lumayan jauh. Di tengah pencariannya, bapak mendapat informasi bahwa yang ia cari adalah salah satu anak bangsawan yang cukup disegani di daerah itu. Banyak yang nakut-nakutin Bapak karena kenyataannya memang begitu. Kakek saya galak. Matikkk. Hahahahaha...

Tapi semangat bapak tidak luntur, beliau masih terus mencari keberadaan Mama. Dalam hatinya bilang kenapa mesti takut sedangkan saya berniat baik, tidak ada ssma skali niat jahatnya. Singkat cerita, bapak minta pindah mutasi ke Kab. Bulukumba. Katanya biar lebih mudah meneruskan pencariannya. Bucin juga yaa.. seberjuang itu beliau.

Hingga suatu hari, ketika Bapak lagi jaga pos, temannya di depan pos menghentikan seorang penge dara motor yang berboncengan tapi salah satunya tidak pake helm. Mama saya yang mengendarai motornya dan membonceng adiknya, tante saya. Bapak saya yang mengamati dari dalam pos jaga, langsung  buru-buru keluar pos dan katanya, langsung memegang tangan Mama sambil bilang: “Alhamdulillah, ini yang selama ini saya cari”. Mama otomatis menarik tangannya dan masih terheran-heran, mungkin karena sudah lupa. Dan, mungkin rasanya ngeri juga diperlakukan bgtu sama orang asing. Hahahaha... Bukan muhrim pak. Akhirnya Bapak ngajak Mama ngobrol entah apa dan long story short  Bapak menemui keluarga Mama yang kata orang galakkkkkk bgtttttt. Hahahahha... (Bersyukurnya saya, orang tua saya tidak seperti itu).

Akhirnya mereka pun menikah. Dan memiliki 8 orang anak. Memang penuh cinta yaa... (ngakak). Sayangnya, anak pertama mereka yang kembar, kedua-duanya meninggal dunia sesaat sejak dilahirkan. Dan anaknya hingga saat ini masih ada 6 orang.

MAMA.

Lahir di Bulukumba, tanggal 3 Maret 1964. Beliau berprofesi sebagai guru SD. Mama saya mungkin yang sering digambarkan orang sebagai ibu yang sempurna. Seluruh kebutuhan anaknya diurusin. Tapi, tidak juga sepenuhnya memanjakan anak. Kami juga diajar mandiri. Sampai kakak saya yang notabene adalah cowok, dan 2 adek saya yang cowok juga jago atau bisalah memasak. 

Saya pribadi, merasa selalu disupport dalam hal apapun. Termasuk, pada saat saya memutuskan untuk memilih jurusan yang belum pernah ada yg memilih di keluarga kami pun, Mama mengantarkan saya ke Makassar. Karenaaaa... saya masih takut jalan sendirian. Di tengah-tengah suara keluarga yang lain yang bilang saya harus menjadi penerus Mama untuk jadi seorang guru, Mama tampil di depan. Juga, sewaktu saya mau menikah dan keluarga menanyakan bibit bebet bobot calon suami saya waktu itu, Mama bersama Bapak pastinya juga membackup saya. Alhamdulillah, meski tinggal di daerah dan boleh dibilang keluarga lainnya yang masih bagaimana-bagaimana, saya bersyukur memiliki orang tua seperti Mama dan bapak saya.

Untuk urusan lainnya, Entah bagaimana caranya Mama bisa menghandle semuanya. Contohnya, kalau lebaran, kue-kue yang bisa sampai banyak macam itu dibikin sendiri. Ya, walaupun kadang-kadang saya dan adek ikut bantu menghias juga. Beda banget sama saya, kue lebaran selalu beli. Tidak pernh bikin sendiri. 

Ada banyak kenangan tentang mama. Menggambarkan tentang mama, pastinya tidak jauh berbeda jika menggambarkan seorang pahlawan. Pahlawan dengan pesona khas, yang anggun. Cantik. Beliau cantik, luar dan dalam.

Hingga akhirnya, mama divonis suatu penyakit yang lumayan berbahaya. Yang paling terpukul selain kami anak-anaknya, pastilah Bapak. Segala upaya kami usahakan untuk kesembuhan Mama. Termasuk membujuk untuk melakukan operasi, yang sayangnya, menurut dokter sudah terlambat dan efeknya tidak terlalu signifikan untuk kesembuhan karena sudah bermetastase ke organ tubuh lainnya. Saya yang pada dasarnya termasuk orang yang lumayan optimis, terus menguatkan. Searching obat obatan dari yang tradisional sampai yang kimia. Hingga pernah ada fase di mana kondisi Mama mulai membaik. Walaupun sakitnya atau efek lanjutnya masih terus menghantui. Nah, di saat itulah menjelang pernikahan saya. Banyak juga cobaan-cobaan jelang pernikahan, yang bukan berasal dari saya dan calon suami saat itu, tapi lebih ke kepala-kepala masing-masing pihak keluarga. Dan lagi-lagi, orang tua saya yang tampil membantu menyelesaikan semuanya.

Sebulan sebelum saya menikah, Mama jatuh sakit. Dan menjalani perawatan di rumah sakit  namun sempat membaik dan mengikuti segala prosesi pernikahan saya dan suami. Raut bahagianya seolah membuat Mama lupa akan kesakitannya. Saya tau, meski mama sama sekali tidak pernah menekankan atau mengutarakan keinginannya untuk segera melihat saya menikah, tapi saya tau itu. Karenaaa... orang tua mana yang tidak mau kalau anaknya segera menikh. Begitulah kira-kira. Meski akhirnya kenyataan pahit harus kami jalani dengan ikhlas karena beliau meninggal dunia sebulan setelah pernikahan  saya.

Cerita lengkapnya pernah saya tuliskan di:

Tentang Mama (1)

Tentang Mama (2)

Tau tidak, ada satu hal yang boleh dibilang masih membebani saya hingga saat ini. Yaitu ketika dulu saya sempat mencuri dengar percakapan keluarga saya yang bilang kasihan karena kecapean ngurusin pernikahan anaknya sampai mama saya meninggal. Rasanya ingin bilang: “eh, Bambang, kalau memang kejadiannya seperti itu, dan kalau saya tau sejak awal bahwa Mama saya akan meninggal setelah saya menikah, mungkin jika bisa memilih, saya lebih baik memilih untuk tidak anu seumur hidup, jika saja Mama saya masih bisa hidup hingga saat ini”. Tapi kan hidup tidak berjalan demikian. Dan memang hidup kadang se-bercanda itu. Kita belum bisa benar-benar merasakan hidup kalau belum pernah dibecandain sama hidup itu sendiri.


BAPAK

Lahir di Enrekang, 01 Januari 1957. Sosok yang seperti  bapak-bapak pada umumnya. Tegas. Namun, sangat sangat sangat penyayang. Sosok pemimpin yang menurut saya bukan hanya baik kepada anak buah dikantornya tapi juga teladan bagi kami. Yang saya salut, bapak saya tidak tau merokok. Hahahahahaaa..

Saya selalu ingat bagaimana bapak selalu mengantar-jemput saya di sekolah ketika saya “pindah sementara”. Padahal saya tau kesibukan beliau juga luar biasa. Meski kadang juga saya harus pulang sendiri naik becak.

Enaknya dekat sama bapak itu, salah satunya kalau minta uang jajan selalu dikasi lebih. Beda sama Mama yang memang sudah diatur sedemikian rupa kuota jajannya. Dari Bapak jugalah, sejak kecil saya sedikit belajar tentang pekerjaan bapak. Saya suka baca buku-buku yang beliau bawa pulang dari diklat. Walaupun waktu itu sama skali saya tidak berkeinginan kerja di bidang yang sama. Karenaaaaa.... saya mau jadi dokter. 

Sewaktu memutuskan akan kuliah di luar kota dan hidup sendiri, bapak mengajak saya duduk berdua, dan di situ saya banyak diberi wejangan atau nasehat dari beliau. Salah satu yang paling penting yaitu tentang kejujuran.

Bapak adalah sosok yang kalau sering saya baca itu, family man. Selalu mengutamakan keluarganya. Dan, yang saya salut, feeling bapak selalu kuat. Dan denga  mudah menganalisa keadaan. Sudah beberapa kali saya mengalami hal itu. Perhatian juga kepada anak-anaknya.  Boleh dibilang sejak hidup terpisah karena saya kuliah di luar kota, tiada hari tanpa komunikasi bersama beliau, dan mama. Hingga sampai saat ini, kita terus berusaha komunikasi setiap hari.

Kepada Mama, Bapak sangat sangat memperlakukan Mama dgn baik. Penyayang, cenderung bucin. Hahahahaha... maapppp pak. Itulah kenapa, ketika Mama meninggal, bapak sangat terpukul.

Jika ada orang yang mungkin tidak pernah melihat Bapaknya rapuh atau bahkan menangis, saya pernah. Kapan itu? Sewaktu Mama menghembuskan nafas terakhir? Bukan. Bapak bahkan tidak di samping Mama ketika itu. Bapak waktu itu masih optimis untuk kesembuhan Mama  sampai beliau pergi untuk mencari obat yang diperlukan. Dan saya sangat bisa merasakan bagaimana hancurnya perasaan beliau ketika itu, pada saat pulang dan melihat  bendera putih di depan rumah. Beliau menangis? Tidak. Beliau bahkan menenangkan anak-anaknya yang menangis, dan mencoba untuk terlihat tegar hingga mengantarkan cinta sejatinya ke peristrahatan terakhir. Namun, di hari ketiga, sore itu hanya kami berdua di beranda rumah, dannnnnnn.... pecahlah tangis bapak, mengenang almarhumah Mama.

Sudahkah saya bilang kalau Bapak orang yang romantis? Mereka berdua sama-sama punya hobi menanam dan merawat tanaman. Baik itu bunga, ataupun pohon buah-buahan. Mama dan Bapak sering menghabiskan waktu bersama dipekarangan rumah mengurusi tanaman mereka atau berburu bunga/tanaman lainnya. Salah satu bunga kesukaan mereka berdua yaitu bunga Anggrek. Pada saat mama meninggal ada bunga anggrek yang sebentar lagi akan mekar. Dan beberapa hari berikutnya setelah benar-benar mekar, saya melihat bapak mengambil gunting, lalu mengguntingnya. Saya menegur kenapa digunting, kan bagus itu bunganya. Bapak bilang: “ini bunga yang sudah lama saya rawat bersama Mama mu. Dia sangat suka bunga Anggrek. Dan sekarang sudah berbunga, jadi saya mau bawa dan simpan di atas makamnya”.


(30 Days Writing Challenge)


0

Day 4: Place(s) You Want to Visit

Posted by @misraaichaa on 17.13

Places you want to visit: the story of “mungkin”:)

Pernah berada di masa yang: mau sekali ke Inggris. Hahahaha..

Nulisnya yang itu aja deh.

Mungkin, awal mulanya, karena saya terobsesi sama Bahasa Inggris. Walaupun sampai sekarang tidak ada improvement kayaknya. Masih begitu-begitu saja. Kenapa bisa saya terobsesi sama Bahasa Inggris? Jadi waktu SD, saya “pindah” sekolah sementara (mungkin ini akan lebih saya paparkan di day 26) dan di sana ada pelajaran tambahan yaitu Bahasa Inggris. Saking penasarannya, saya ikut kursus Bahasa inggris waktu itu. Benar-benar mau belajar bahasa itu. Sampai sekarang malah masih sering ikut kursusnya yang difasilitasi kantor. Dan semakin belajar, saya semakin menyadari kalau saya belum tau banyak hal dan masih perlu belajar lagi.

Salah satu hal yang sudah pernah saya tuliskan di hari ke-2 kemarin, saya suka membaca apapun. Saya lupa menuliskan bahwa saya suka membaca cerita tentang perjalanan. Saya suka membaca blog traveller. Beberapa diantarnya tentang perjalanan ke Inggris. Atau ke tempat manapun yang lainnya. Suka juga liat foto-foto orang, dan lain-lain. Entah bagaimana tiba-tiba saja bermimpi atau punya keinginan mau ke sana.

Pernah suka liat logo club bola Manchester United. Mungkin karena David Beckham pernah di sana. Mungkin hanya gara-gara itu. Mungkin. Atau karena Sherlock Holmes? Mungkin juga. Kenapa mungkin? Karena saya tidak punya alasan spesifik. Salah satu yang saya tau, saya suka motif benderanya. The Union Jack.

Waktu nonton film “Now you see me – 2” sangat menarik. Sudah lah temanya favorit saya juga, tentang magic trick art, trus keseluruhan settingnya di tempat-tempat menarik di Inggris. Ya, film itu memang bukan satu-satunya yang ambil settingan di Inggris. Ada beberapa (atau: banyak?) yang pernah saya nonton.

Apa lagi ya? Hmmm... saya tidak terlalu tau banyak.

Dan, karena saya tidak bisa begitu menjelaskan alasan kenapa saya bisa punya keinginan besar ke sana, jadi, mungkin, keinginan saya tidak se-besar itu. Mungkin. Hanya saja, ketika baca tema ini, saya tidak kepikiran tempat lain, selain Inggris.


(30 Days Writing Challenge)


0

Day 3: A Memory

Posted by @misraaichaa on 15.21

A memory. Tepat di bulan yang sama dengan hari ini. September, 6 (enam) tahun yang lalu. Dengan atmosfir yang sama, HARHUBNAS. Tapi, kali ini saya tidak akan membahas HARHUBNAS nya :)

Bhaiqlah kita mulai.

Akhirnya, saya memutuskan untuk memasang aplikasi BBM di hp android saya. Sebelumnya, saya tidak pernah (berniat) menggunakan hp dengan merk yang mengusung messager itu. Ternyata di sana sudah ada grup bersama teman-teman SMA. Entah siapa juga yang meng-invite saya masuk ke grup itu. Dan akhirnya saya ngasal meng-add / save kontak teman-teman SMA.

Secara parallel, di akun Instagram (yang saat itu masih bebas dan ngasal meng-add dan meng-accept teman-teman), saya mutual friend sama salah seorang teman SMA. Yang ternyata salah satu kontaknya saya add di BBM.

 

Hari itu, Selasa. (16 September 2014)

Tiba-tiba ada notif pesan yang masuk. Menkonfirmasi apakah saya adalah benar orang yang dia maksud atau bukan. Hmmm… modus.

Setelah itu, percakapan berikutnya, dia menanayakan tentang Mama saya. Hahahaha..

Karena, di akun ig saya sering mengunggah foto-foto kebersamaan keluarga, termasuk bersama orang tua. Dia bertanya, mungkin untuk memastikan saja, apa benar Mama saya adalah gurunya sewaktu SD atau bukan. Percakapan berlanjut hingga akhirnya dia yakin bahwa benar Mama saya adalah gurunya. Karena sudah larut malam dan harus istirahat, sebelum mengakhiri  chat, dia nitip salam buat ibu gurunya. Dan………………. Anak dari gurunya. Katanyaaa…

Sejak itu, kita berdua intens chat dan kadang-kadang juga dia menelpon. Meski di kepala saya masih bertanya-tanya dan kadang kayak… dia ini idola wewe-wewe jaman SMA trus saya yang begini sangat biasa saja dan jarang keluar kelas jaman dulu. Salah satu momen alayyy yang selalu saya ingat, waktu telponan dia bilang “Ini ada pesawat lewat di atas rumah saya. Sebentar lagi mau lewat di atas rumahta’ (rumah kamu) itu”. Waksss.

Hingga dia memberanikan diri mengajak ketemuan untuk pertama kalinya, 4 (empat) hari berikutnya.

Hari Sabtu.

Daannnnn.. Hari sabtu waktu itu ada rangkaian kegiatan HARHUBNAS 2014 dan seluruh pegawai diimbau untuk turut andil ikut jalan santai, termasuk saya. Dan, di janjian pertama, saya ngaret. Diluar dugaan karena ternyata kegiatan ini selesainya agak lama. Padahal janjiannya siang. Saya merasa bersalah juga. Meminta dia untuk pulang dulu karena sudah  menunggu lama sejak urusan kerjaannya selesai hari itu. Tapi dia bilang mau menunggu saja. Dan akhirnya plan B berjalan. Yang tadinya janjian mau ketemuan di rumah saya, berganti jadi ketemuan di rumah teman kantor saya yang dekat dari tempat kerja teman SMA saya ini. Sumpah, kucel banget. Style pake baju olahraga lengkap. Saya sempat minta waktu untuk pulang mandi dan siap-siap dulu tapi katanya tidak apa-apa karena cuman mau ketemuan sebentar aja terus pulang ke rumah. Saya juga yang merasa amat sangat bersalah, mengiyakan saja. Dan ternyata lagi, dia belum makan karena rencanya mau ngajak saya makan siang bareng. Padahal saya sudah makan siang juga bareng teman-teman. Hahahahajahat..

Karena kasian, akhirnya saya menawarkan untuk menemani makan siang. Bukannya ganjen, tapi beneran kasian sama anak orang. Trus saya juga mikir daripada terus-terusan kita berdua dikerjain sama teman saya ini dirumahnya. Lebih baik jalan ke luar dan ngobrol dengan tenang. Asli, selama di rumah teman saya itu, kita dikerjain. Teman saya sampai ngasih “kode-kode” padahal astaga…. Teman saya ini tidak pernah saya dengar suaranya waktu SMA dulu. Tidak akrab sama sekali. Tidak pernah ada komunikasi. Asli, malu (malu-malu kucing). Teman saya ini juga bilang kalau besok, hari Minggu, Mamanya mau datang dan mau ngajak saya ketemu orang tuanya buat ngenalin.  Dan otomatis di-ciyeeeee-in sama teman kantor saya ini. Asli, ibu-ibu banget beliau ini.

Akhirnya kita makan di luar dan ngobrol. Itu pertama kalinya saya dibonceng dia. Pertama kalinya makan siang (atau, sore) bareng. Makan di RM. Ayam Penyet Ria, kita berdua pesan Nasi Liwet Komplit. Masih teringat jelas semuanya. Dan, saya juga sempat mau menunda dikenalin ke orang tuanya, karenaaaa… saya mau bilang apa? Orang dekat sama anaknya juga kagak. Hahaha.. Baru ketemu sekali ini malah. Baru chat 4 hari. Astaga.. Dasar dia…!!! Sukses bikin saya panik. Apalagi sebelumnya dia menyatakan mau serius. Iya, “serius”. Tidak ada itu “love you – love you an”. Dan, saya yang ditanya balik, jadi blank. Mana bisa saya langsung jawab. Selama dekat lewat hp aja kemarin pembahasan juga lurus-lurus aja. Tidak ada yang “menjurus”. Tapi dia tetap memberi saya waktu, mencoba menenangkan saya mungkin. Dan, pastinya saya juga menenangkan diri, yang masih syok ini.

Hari Minggu.

Dia menjemput saya di rumah. Saya masih ragu. Tapi kembali menenangkan diri kalau ini hanya pertemuan biasa dengan orang tua teman. Tidak lebih.

Dan, semua berjalan baik-baik saja. Tidak ada hal yang aneh selain “Nak, karena anak saya ini ada niat baik, nanti kalau sudah lebih dekat dan kalian setuju, tidak usah ditunda-tunda lama ya”. Me: “Hah?! Apanya?”. OGEB. Sumpah, saya belum ada bayangan bakal itu, anu, menikah. Kalau itu maksudnya. Walaupun menurut orang-orang sudah termasuk kategori “telat”.

Sepulang dari sana, kita berdua ngobrol-ngobrol tentang kedepannya bagaimana. Saya masih sedikit menolak, karenaaa.. yha. Begitu.

Kita berdua semakin dan semakin intens komunikasi, chat dan telepon. Tapi saya belum mau lagi diajak jalan bareng berdua. Bukan muhrim. Saya curhat sama teman kantor yang lumayan dekat dan minta petuah-petuah dari apa yang saya alami saat itu. Dan pertanyaannya, kamu suka tidak sama dia? Saya jawab, saya tidak mungkin langsung bisa suka secepat itu. Tapi, tidak ada yang saya tidak suka dari dia sampai sejauh ini. Sepertinya, orangnya baik. Saya juga mencoba sounding ke orangtua saya, namun semua diserahkan ke saya. Sampai akhirnya saya menyerah dan bilang, kalau memang serius, silakan ke rumah ngobrol dan minta izin ke orang tua saya. Dan, dia menyanggupi, 6 hari setelah saya dikenalin ke orangtuanya. What an instant anu.

Hari Minggu Berikutnya.

Benar, dia datang menemui orang tua saya. Entah ngobrol apa. Ya, si ksatria ini datang sendirian, tanpa saya. Tapi laporannya, lampu hijau dari orangtua saya dan kakak saya.

Hari Sabtu Setelahnya.

Orang tuanya datang “meminta izin” ke orang tua saya. Di Bulukumba sana. Dan, kami anak-anaknya di Makassar sedikit lebih semakin dekat lagi. Bahasa apa itu?

Saya? Ya, masih ragu lah sama apa yang saya putuskan dan akan saya perbuat. Apa-apaan ini secepat ini? Saya tidak seperti anak-anak jaman sekarang yang pikirannya selalu tentang menikah, sampai si dia datang mengajak saya nikah. Hahahahaha… Saya panik. Benar-benar Panik.

 

Minggu, 21 Oktober 2014.

Iya, betul. Kami melangsungkan acara lamaran. Kaget? Sama.

Waktu itu saya sedang mengikuti suatu diklat selama 2 (dua) minggu. Dan harus ijin pulang kampung 2 (dua) hari untuk keperluan lamaran. Benar-benar kejadian langka. Beberapa hari sebelumnya saya membicarakan dengan keluarga saya, kalau saya belum mau menikah cepat-cepat. (lol). Takut.

Jadi saya minta acara nikahnya di bulan Desember aja, penghujung tahun, biar agak lama. Namun tetap minta dilaksanakan awal bulan Desember. Padahal, keluarga si dia maunya secepat mungkin, kalau bisa malah di bulan yang sama dengan acara lamaran. What?!

Tapi orang tua saya sangat demokratis. Thanks God. Beliau membicarakan baik-baik dengan pihak sebelah dan akhirnya kesepakatannya adalah:

 

Sabtu, 06 Desember 2014.

Kami menikah. Iya, menikah. ‘till forever yaa, My husband. Zulfikar Syam. I love you, entah sejak kapan.

 

(Saya, hampir saja meminta untuk acara nikahnya bulan April di tahun berikutnya, 2015. Saking belum siapnya dengan kata “menikah”. Tapi, mungkin sudah ditakdirkan demikian dan itu yang terbaik menurut DIA bahwa saya menikah di tanggal itu. Karena, ternyata, sebulan kemudian ada kenyataan menyedihkan yang harus saya hadapi. Mama saya meninggal dunia 22 Januari 2015. Bersyukurnya saya, setidaknya sempat mengukir senyum bahagia di wajahnya, ketika melihat anaknya (yang mungkin sudah lama beliau inginkan untuk) menikah, akhirnya menikah juga, meski beliau tidak pernah mengungkapkan itu kepada saya).


(30 days writing challenge)


0

Day 2: Things that makes me happy

Posted by @misraaichaa on 21.46

 

Nah, untuk tema ini sepertinya ada banyak hal yang bikin happy. Mungkin tidak akan habis untuk dijelaskan, jadi beberapa di antaranya saja.

Books.

Saya suka membaca, sepertinya sejak kecil. Mama saya seorang guru, dan karena saya kadang ikut ke sekolah tempat beliau mengajar, maka saya jadi akrab dengan perpustakaan sekolah. Saya tidak terlalu menyadari banyak hal, hingga saya pernah ada di kondisi di mana mama saya sering minjam buku di perpustakaannya lalu dibawa pulang ke rumah untuk saya baca. Saya suka baca buku cerita, dan mmmmm.... sepertinya dulu juga kebanyakan buku panduan atau entah apa namanya,tentang pertanian dan perikanan dll. Lama kelamaan saya tumbuh menjadi seorang yang suka membaca apapun (kecuali yang horror2). Koran-koran langganan bapak dengan mudah saya lahap. Majalah Bobo pun pernah sering dibeliin. Dan waktu SMA sering beli majalah Aneka Yess. Hahahahaha.. Random.

Tapi tidak bisa dipungkiri kalau genre misteri, atau teka teki, atau sci-fi atau semacamnya selalu menarik perhatian. Yang saya ingat buku genre seperti itu yang saya baca waktu kecil judulnya “Ketika Alan Turun Tangan”. Berkisah tentang anak kecil yang cerdas. Terus, kisah-kisah abunawas juga. Pernah juga berada di jaman mengejar-ngejar komik Detektif Conan. Dan saya juga pembaca novel Sir Arthur Conan Doyle, apalagi kalau bukan Sherlock Holmes. Saya selalu kagum sama orang yang cerdas. Selain itu, saya juga suka membaca rangkaian-rangkaian kata dan/atau novel romance. Bucin detected.

Sampai saat ini, saya masih suka hanyut dalam buku yang saya baca. Ke mal tanpa ke gramed rasanya seperti ada yang kurang. Walaupun kadang hanya liat-liat saja. Belakangan, bacaan saya berkembang menjadi bacaan yang real-real saja. Apa itu? Susah dijelaskan.

Buku bagi saya bisa menjadi mood booster.

Movies.

Jika bercerita tentang film, penjelasannya kurang lebih sama dengan buku. Saya nonton apapun, kecuali horror. Secara urutan, film kesukaan saya itu mulai dari misteri, action, sci-fi, drama/romance. Yang lainnya mengikut.. kecuali horror.

 

Memasak. (Atau Makan, maybe..)

Mungkin, lebih tepatnya makan. Hahahahaha...

Kenapa? Karena jika berada dikondisi bisa langsung makan tanpa memasak, rasanya enak juga ya:)

Tidak jago masak, tapi suka aja memasak. Ada yang bikin kuah bakso tapi rasa sop, ya Saya. Tapi, jika disuruh masak pallumara, bisalah..(mungkin).

Bakso, makanan yang sering saya cari di mana pun. Tapiiiii... sekarang-sekarang harus lebih membatasi. Tepatnya dibatasi. Sate, itu... serpihan surga yang tersebar di Indonesia. Apa lagi ya? Pastinya, es krim dan kerupuk. Heaven.

Musik.

Musik, menenangkan. Itulah kenapa saya suka musik, kecuali yang agak-agak keras. Saya menilai suka atau kurang suka sama suatu lagu, bisa dari liriknya. Atau nadanya. Jika suka sama satu lagu, bisa di play terus-terusan dan tidak bosan. Yang menarik, coba deh dengar playlist random. Asli, kalo nemu playlist random, perasaan juga campur aduk. Sialnya, ketika mood lagi down, saya nyari-nyari lagu yang relate yang malah bisa bikin makin down. Padahal harusnya tidak boleh ya? Harusnya cari yang ajep-ajep klo lagi down (?)

Alat musik. Saya (dan my husband) bisa sedikit memainkan gitar. Yang awal mulanya itu waktu kelas 1 SMA diajarin sama kakak saya. Main gitar sambil nyanyi-nyanyi, bikin happy. Setahun belakangan, karena kenal dengan orang yang bisa main keyboard, sempat obssessed. Hahahaha.. Asik kyknya klo bisa main keyboard juga. Sampai searching segala. Terus, sempat kepikiran (dan minta dibeliin keyboard sama my husband (tapi gk jadi-jadi belinya)) dan mencoba serius belajar pake aplikasi, tapi gk bisa-bisa. Susahhh.. salut sama yang jago main keyboard (icon jempol).

Photography and Travelling.

Kalau yang ini sepaket. Walaupun tidak selamanya fotografi itu tentang travelling. Tapi ketika travelling pasti berkaitan dengan fotografi. Indonesia tidak ada habisnya untuk dijelajahi. Bersyukurnya saya, bisa sedikit-sedikit mengunjungi beberapa tempat di negara ini. Sekalian belajar geografi, karenaaaaaa.....something.

Saya punya kamera DSLR kesayangan. Kamera yang awalnya saya beli karena ada orang yang pernah bilang saya “bodoh pake kamera”. Literally, BODOH. Padahal waktu itu kita juga sama-sama ngulik kamera kantor. Beberapa minggu setelah kejadian itu, saya minta ijin ke Mama mau beli kamera pake duit saya sendiri, dan dibolehkan. Padahal waktu itu harganya mwahalll dan sangat menguras tabungan yang waktu itu belum ada tuk*n nya. Iya, OGEB. Tapi, ada sakit hati yang harus dibayar tuntas. Saya jadi belajar teknik fotografi otodidak dan langsung praktek pake kamera aslinya. Trus, saya jadi jago? Ya tidaklah.. tidak semudah itu. Sampe sekarang, saya selalu suka memotret apapun, meski hasilnya tidak terlalu bagus. Hehehe..

Love.

Tau sendirilah kenapa ini bikin happy. Manusia mana yang tidak bahagia jika mencintai dan dicintai? Salah satu doa yang sering saya rapalkan di penghujung shalat, agar saya didekatkan dengan orang-orang yang saya cintai/sayangi dan orang-orang yangmencintai/menyayangi saya, dilindungi dari orang-orang dzholim dan dijauhkan dari sifat-sifat dzholim. Iya,meski hidup tidak melulu tentang cinta, tapi, cinta membahagiakan.

 

Sebenarnya banyak hal lain yang bisa bikin bahagia. Tidak sebatas yang saya tuliskan di atas. Karena, bahagia itu adalah cara pandang kita terhadap sesuatu, yang bisa saja berbeda dengan orang lain. Atau, bisa juga: sama. Bahagialah, dengan siapapun, bagaimanapun atau apapun.



Ada sapi makan tomat.

Be happy, no matter what.


(30 Days Writing Challenge)

 

 


0

Day 1: Describe Your Personality

Posted by @misraaichaa on 12.38

Saat itu saya lagi scroll2 timeline akun twitter, sampai perhatian saya tertuju di salah satu tweet yang isinya mau mencoba konsisten menulis dengan tema yang berbeda-beda setiap harinya selama 30 hari. Hmmm.. menarik. Yang langsung kepikiran, kira-kira Mba Amel mau tidak ya klo diajak untuk ikut challenge ini. Akhirnya saya mention untuk bertanya mau ikut atau tidak. Kalau beliau mau, saya juga ikutan. Eh, ternyata beliau tertarik dan ngajakin ikut bareng. Bhaiqlah.

Tema pertama ini Describe My Personality.

Kepribadian. Hmmm..

Meski bingung harus mulai dari mana, saya akan mencoba menggambarkan kepribadian saya.

Entah sejak kapan saya mulai membaca-baca tentang zodiak. Khususnya zodiak saya sendiri. Saya tidak terlalu bisa menggambarkan kepribadian saya bagaimana sampai saya membaca dan terbersit “Oh, iya juga..”. Beberapa kali teman saya bilang saya sok misterius. Salah satu alasannya apalagi klo bukan akun IG saya yang restricted. Beberapa kali sebagian dari mereka meminta nama akun saya tapi saya tetap merahasiakn dari mereka. (Ya tentu saja ini pengecualian bagi orang-orang tertentu). Namun, dalam beberapa hal, saya bisa saja dengan begitu terbuka dalam segala hal terhadap orang lain.

Beberapa cerita teman, first impression ketika bertemu saya, menurut mereka saya orang yang serius. Tidak bisa diajak becanda. Really?

Dalam hal berada di antara dua atau lebih pilihan, kadang dalam situasi tertentu saya dengan cepat bisa memilih. Namun dalam beberapa case juga saya begitu kesulitan ketika dihadapkan pilihan-pilihan. Kadang pemikiran saya terlalu jauh ke depan, bagaimana jika – bagaimana jika.

Sudah cukup bingung? Sama, saya juga.

Sepertinya, lingkungan kerja membentuk saya menjadi pribadi yang sedikit lebih strict. Untuk setiap hal, saya sering dibilang terlalu kaku. Sering meminta referensi, pembuktian atau sejenisnya.

Pernah saya mencobat test yang menggambarkan 4 test kepribadian. Dan secara mengejutkan hasil yang saya dapatkan, ternyata saya melankolis. Karena penasaran, saya mencoba test lain yang semacamnya. Dan hasil tetap sama. Setelah saya membaca lebih banyak referensi dan mencocokkan, ya, mungkin ada sisi lain diri saya yang melankolis. Sisi strict saya bisa dikalahkan oleh rasa kasihan saya yang bisa tiba2 begitu menguasai. Empati saya sepertinya bisa mendalam dan jauh lebih dalam. Dan hal-hal lainnya yang terkait perasaan. Di satu sisi, saya bisa toleransi dan mencintai begitu dalam, tapi untuk hal lain saya bisa begitu membenci bahkan dendam (mungkin namanya) dengan sangat.

Entahlah, apakah penggambaran kepribadian saya ini sudah benar atau tidak. Sudah sesuai atau tidak. Biarlah orang-orang yang menilai dari tindakan saya ke mereka. Satu hal yang saya tau, I act accordingly

(30 Days Writing Challenge)



Copyright © 2009 G A L A X Y All rights reserved. Theme by Laptop Geek. | Bloggerized by FalconHive.